BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pola
hidup masyarakat yang cenderung semakin meningkat, berbagai macam penyakit
semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang
dinamakan diabetes mellitus atau yang lebih dikenal masyarakat dengan kencing
manis (Rahmatsyah Lubis, 11 Juli 2006). Meningkatnya prevalensi diabetes
mellitus di beberapa negara berkembang karena peningkatan kemakmuran di negara
yang bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per
kapita dan perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan
peningkatan prevalensi penyakit ganeratif, seperti penyakit jantung koroner,
hipertensi, diabetes mellitus dan lain-lain (Suyono, 2003: 573).
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai macam komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer arief, 2001: 580). Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
Diabetes mellitus merupakan suatu keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai macam komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah, yang disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop electron (Mansjoer arief, 2001: 580). Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius. Menurut data organisasi kesehatan dunia (WHO),
Indonesia
menempati urutan keempat dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia
setelah India, Cina dan Amerika Serikat (www.Diabetes Mellitus News.com).
Dengan prevalensi 8,4 % dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995
terdapat 4,5 juta pengidap diabetes mellitus dan pada tahun 2025 diperkirakan
meningkat menjadi 12,4 juta penderita. Berdasarkan data Departemen Kesehatan
jumlah pasien Diabetes Mellitus rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit
menempati urutan pertama dari seluruh penyakit endokrin dan 4 % wanita hamil
menderita Diabetes Mellitus Gestasional (www.depkes.go.id).
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui
dan memahami tentang penyakit diabetes mellitus dan penatalaksanaannya
2. Mengetahui
dan memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
3. Menerapkan
asuhan keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus
1.3 RUMUSAN MASALAH
1. Apa
yang dimaksud dengan diabetes melitus?
2. Apa
saja pengkajian kesehatan pada diabetes melitus?
3. Apa
diagnosa NANDA, NOC, NIC terkait dengan diabetes melitus?
1.4. METODE PENULISAN
Makalah
ini disusun dengan literasi buku dan internet.
1.5
SISTEMATIKA PENULISAN
Pada
Karya Tulis ini penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Terdiri
dari : Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Metode Penulisan dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab
ini membahas tentang beberapa permasalahan yang disampaikan pada Sub-bab
permasalahan.
BAB III : PENUTUP
Meliputi
Kesimpulan dan Saran
Daftar
Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sebagai organ, pankreas
memiliki dua fungsi yang penting, yaitu fungsi eksokrin yang memegang peranan
penting dalam fungsi pencernaan, dan fungsi endokrin yang menghasilkan hormon
insulin, glukagon, somastatin dan pankreatik polipeptida. Fungsi endokrin
adalah untuk mengatur berbagai aspek metabolisme bahan makanan yang terdiri
dari karbohidrat, lemak dan protein. Komponen endokrin pankreas terdiri dari
kurang lebih 0,7 sampai 1 juta sel endokrin yang dikenal sebagai pulau-pulau
langerhans. Sel pulau dapat dibedakan sebagai :
a. Sel alfa (lebih kurang 20% dari sel pulau) yang menghasilkan glukagon
b. Sel beta (lebih kurang 80 % dari sel pulau) yang menghasilkan hormon
insulin dari proinsulin. Proinsulin berupa polipeptida yang berbentuk rantai
tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin berubah menjadi insulin dengan
kehilangan 4 asam amino dan dengan rantai asam amino dari ke-33 sampai ke-63
yang menjadi peptida penghubung (connecting peptide)
c. Sel D (lebih kurang 3-5% dari sel pulau ) yang menghasilkan somatostatin.
d. Sel PP yang menghasilkan pankreatik polipeptida.
Pada awalnya, diduga
bahwa sekresi insulin seluruhnya diatur oleh konsentrasi gula darah tetapi juga
oleh hormon lain dan mediator automik.
Insulin
adalah peptida dengan BM kira-kira 6000. polipeptida ini terdiri dari 51 asam
amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
terdiri dari 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 jembatan disulfida
yaitu antara A-7 dengan B-7 dan A-20 dengan B-19. Selain itu masih terdapat
jembatan disulfida antara asam amino ke-6 dan ke-11 pada rantai A.
Sekresi insulin umumnya
dipacu oleh asupan glukosa dan disfosforisasi dalam sel beta pankreas. Karena
insulin adalah protein, degradasi pada saluran cerna jika diberikan peroral.
Karena itu perparat insulin umumnya diberikan secara suntikan subkutan. Gejala
hipoglikemia merupakan reaksi samping insulin yang paling serius dan umum dari
kelebihan dosis insulin, reaksi samping lainnya berupa lipodistropi dan reaksi
alergi. Manfaat insulin :
·
Menaikkan pengambilan
glukosa ke dalam sel-sel sebagian besar jaringan
·
Menaikkan penguraian
glukosa secara oksidatif
·
Menaikkan pembentukan
glikogen dalam hati dan juga dalam otot dan mencegah penguraian glikogen
·
Menstimulasi pembentukan
protein dan lemak dari glukosa
Insulin bekerja dengan
jalan terikat dengan reseptor insulin yang terdapat pada membran sel target.
Terdapat dua jenis mekanisme kerja insulin. Pertama, melibatkan proses
fosforilase yang berasal dari aktifitas tirosin kinase yang menyebabkan
beberapa protein intrasel seperti glucose transporter-4, transferin, reseptor
low-density lipoprotein (LDL), dan reseptor insulin-like growth factor II
(IGF-II), akan bergerak kepermukaan sel. Bergeraknya reseptor-reseptor ini
kepermukaan sel akan memfasilitasi transport berbagai bahan nutrisi ke jaringan
yang menjadi target dari hormon insulin. Kedua, melibatkan proses hidrolisis
dari glikolipid membran oleh aktifitas fosfolipase C. Dalam proses ini
dilibatkan second messenger seperti IP3, DAG atau glukosamin
yang menyebabkan respon intrasel dengan jalan mengaktifkan protein kinase.
2.2 PENGERTIAN
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo,
2002).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik
yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria,
disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak
pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Melitus adalah merupakan penyakit metabolik
kronik yang terjadi akibat kurangnya produksi insulin dengan adanya kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. (Medical Surgical Nursing, Brunner
and Suddarth, 1998).
Diabetes Melitus adalah sekumpulan penyakit genetik
dan gangguan heterogen yang secara klinis ditandai dengan ketidaknormalan dalam
keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, hal. 1367).
Diabetes
melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk
heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia.
Anderson Price, 1995)
Diabetes
melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan
insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
Diabetes
melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro
vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
2.3 KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS
a. DM Tipe I : Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)
Disebut juga Juvenile
Diabetes, berkembang pada masa kanak-kanak dan sebelum usia 30 tahun. Memerlukan therapi insulin karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin
atau produksinya sangat sedikit.
b. DM Tipe II : Non Insulin Independent Diabetes Melitus (NIDDM)
Biasanya terjadi di atas usia
35 tahun ke atas. Terjadi resistensi terhadap
kerja insulin normal karena interaksi insulin dengan reseptor. Insulin pada sel
kurang efektif sehingga glukosa tidak dapat masuk sel dan berkurangnya produksi
insulin relatif.
c.
DM
Gestational (Gestational Diabetes Mellitus - GDM)
Kehamilan
normal yang disertai dengan peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal
mempertahankan euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan,
dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi karena bayi
dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan
bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kira-kira 3--5% dan para ibu tersebut
meningkat risikonya untuk menjadi DM di masa mendatang.
d. Diabetes Melitus tipe lain :
d. Diabetes Melitus tipe lain :
1) Defek
genetik fungsi sel beta :
·
Maturity Onset Diabetes
of the Young (MODY) 1,2,3.
·
DNA mitokondria
2) Defek
genetik kerja insulin
3) Penyakit
endokrin pankreas :
·
pankreatitis
·
tumor pankreas
/pankreatektomi
·
pankreatopati fibrokalkulus
4) Endokrinopati
:
·
akromegali
·
sindrom Cushing
·
feokromositoma
·
hipertiroidisme
5) Karena
obat/zat kimia :
·
vacor, pentamidin, asam
nikotinat
·
glukokortikoid, hormon
tiroid
·
tiazid, dilantin,
interferon alfa dan lain-lain
6) Infeksi
:
·
Rubella kongenital, Cytomegalovirus
(CMV)
7) Sebab
imunologi yang jarang :
·
antibodi anti insulin
8) Sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM :
·
sindrom Down, sindrom
Kleinfelter, sindrom Turner, dan lain-lain.
2.4 ETIOLOGI
1. Diabetes Melitus
tipe I
Diabetes
Melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi
faktor genetik, imunologi dan mungkin pula lingkungan (misalnya, infeksi virus)
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
a.
Faktor-faktor genetik
Penderita
diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya Diabetes Melitus tipe
I. Kecendrungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (human leococyte antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen trasplantasi dan proses imun lainnya.
b.
Faktor-faktor imunologi
Pada
diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh
dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing (Smeltzer Suzanne C, 2001).
c.
Virus dan bakteri
Virus
penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui
mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini mengakibatkan destruksi
atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi autoimunitas
yang menyebabkan hilangnya otoimun dalam sel beta. Diabetes Melitus akibat
bakteri masih belum bisa dideteksi. Namun, para ahli kesehatan menduga bakteri
cukup berperan menyebabkan DM.
d.
Bahan toksik atau beracun
Bahan
beracun yang mampu merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron
(rodentisida), dan streptozoctin (produk dari sejenis jamur). Bahan lain adalah
sianida yang berasal dari singkong (Maulana Mirza, 2009).
2. Diabetes Melitus
tipe II
Mekanisme
yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin
pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin (Smeltzer Suzanne
C, 2001).
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Menurut Hans Tandra (2008), faktor-faktor ini adalah:
a.
Ras atau Etnis
Beberapa
ras tertentu, seperti suku Indian di Amerika, Hispanik, dan orang Amerika di
Afrika, mempunyai resiko lebih besar terkena diabetes tipe II. Kebanyakan orang
dari ras-ras tersebut dulunya adalah pemburu dan petani dan biasanya kurus.
Namun, sekarang makanan lebih banyak dan gerak badannya makin berkurang
sehingga banyak mengalami obesitas sampai diabetes.
b.
Obesitas
Lebih
dari 8 diantara 10 penderita diabetes tipe II adalah mereka yang kelewat gemuk.
Makin banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan makin resisten
terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan
terkumpul di daerah sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan
memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan
menumpuk dalam peredaran darah.
c.
Kurang Gerak Badan
Makin
kurang gerak badan, makin mudah seseorang terkena diabetes. Olahraga atau
aktivitas fisik membantu kita untuk mengontrol berat badan. Glukosa darah
dibakar menjadi energi. Sel-sel tubuh menjadi lebih sensitif terhadap insulin.
Peredaran darah lebih baik. Dan resiko terjadinya diabetes tipe II akan turun
sampai 50%.
d.
Penyakit Lain
Beberapa
penyakit tertentu dalam prosesnya cenderung diikuti dengan tingginya kadar
glukosa darah. Akibatnya, seseorang juga bisa terkena diabetes.
Penyakit-penyakit itu antara lain hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke,
penyakit pembuluh darah perifer, atau infeksi kulit yang berlebihan.
e.
Usia
Resiko
terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia, terutama di atas 40
tahun. Namun, belakangan ini, dengan makin banyaknya anak yang mengalami
obesitas, angka kejadian diabetes tipe II pada anak dan remaja pun meningkat.
2.5 PATOFISIOLOGI
Ibarat
suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel
yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat
berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan
makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur
karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal
kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi
CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada
Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi
insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi
darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes
Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan
insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula
darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air
maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria.
Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria.
Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat
haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan
minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang
kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga
sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi
menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien
akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia.
Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam
darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini
akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan
melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau
aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati
akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan
karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan
arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer.
Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi mencetuskan hilangnya fungsi ginjal dan terjadi insufisiensi ginjal. Pada organ mata terjadi pandangan kabur. Sirkulasi ekstremitas bawah yang buruk mengakibatkan neuropati perifer dengan gejala antara lain : kesemutan, parastesia, baal, penurunan sensitivitas terhadap panas dan dingin. Akibat lain dari gangguan sirkulasi ekstremitas bawah yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya O2 dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. DM Tipe II (NIDDM) terjadi resistensi insulin dan gangguan sirkulasi insulin yang secara normal akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
2.6 MANIFESTASI KLINIS
Menurut Sujono & Sukarmin
(2008) manifestasi klinis pada penderita DM, yaitu:
a) Gejala awal pada
penderita DM adalah
1.
Poliuria (peningkatan volume urine)
2.
Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine
yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic
hormone) dan menimbulkan rasa haus.
3.
Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori
hilang kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar biasa.
4.
Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran
darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
b) Gejala lain yang
muncul:
1.
Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein
sebagai bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes
kronik.
2.
Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya
terjadi di daerah ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara,
biasanya akibat tumbuhnya jamur.
3.
Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab
tersering yaitu jamur terutama candida.
4.
Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel
mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur
protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian perifer.
5.
Kelemahan tubuh
6.
Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel
melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
7.
Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang
diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
8.
Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan
dorongan seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
9.
Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi
akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK
a. Glukosa darah
·
glukosa darah puasa
·
glukosa 2 jam post prandial (2 jam PP)
·
glukosa darah sewaktu
ADA (American Diabetic Association)/WHO (World
Health Organization) menetapkan kriteria menegakkan diagnosa DM adalah bila
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl, atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Sebagai persiapan, penderita diminta puasa selama 10
jam dan tidak boleh lebih. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pagi hari karena ada
efek diurnal hormon terhadap glukosa. Yang digunakan sebagai sampel biasanya serum atau plasma. Bila Whole blood yang
digunakan sebagai sampel nilai kadar glukosa umumnya lebih rendah 15% dibanding
glukosa plasma atau serum.
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
|
Kadar glukosa darah sewaktu
|
|||
plasma vena
|
< 110
|
110 – 199
|
200
|
darah kapiler
|
<
90
|
90 -
199
|
200
|
Kadar glukosa darah puasa
|
|||
plasma vena
|
< 110
|
110 – 125
|
126
|
darah
kapiler
|
< 90
|
90 - 109
|
110
|
b. HBAIC (Glucosated Haemoglobin AIC) meningkat yaitu terikatnya glukosa
dengan Hb. (Normal : 3,8-8,4 mg/dl).
c.
Aseton plasma ( keton ) ; Positif secara mencolok.
d.
Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
e.
Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330Mosm/l
f.
Elektrolit :
·
Natrium : Mungkin
normal, meningkat atau menurun
·
Kalium : Normal
·
Fosfor : Lebih sering
menurun
g.
Hemoglobin Glikosilat : kadar meningkat 2 – 4 kali dari normal yang mencerminkan
kontrol diabetes melitus yang kurang selama 4 bulanterakhir.
h.
Gas Darah Arteri : Biasanya menunjukkan pH rendahdan penurunanpada HCO2 (
Asidosis Metabolik ) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
i.
Trombosit darah : Hematokrit mungkin meningkat ( dehidrasi ) ;Leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respon terhadap stressatau infeksi.
j.
Ureum / kreatinin : Mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi /penurunan fungsi
ginjal ).
k.
Amilase darah : Mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab dari DKA.
l.
Insulin darah : Mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada ( tipe I ) atau
normal sampai tinggi ( tipe II ), mengindikasikan infusiensi insulin, gangguan
dalam penggunaannya.
m.
Resistensi insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukkan antibodi
(autoantibodi).
n. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
n. Pemeriksaan fungsi tiroid : Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o.
Urin : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
p.
Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
2.8 PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap
tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa
terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
1)
Memperbaiki
kesehatan umum penderita
2)
Mengarahkan
pada berat badan normal
3)
Menormalkan
pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4)
Mempertahankan
kadar KGD normal
5)
Menekan dan
menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6)
Memberikan
modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
7)
Menarik dan
mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
1)
Jumlah sesuai kebutuhan
2)
Jadwal diet ketat
3)
Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan
paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
1)
Diit DM I : 1100 kalori
2)
Diit DM II : 1300 kalori
3)
Diit DM III : 1500 kalori
4)
Diit DM IV : 1700 kalori
5)
Diit DM V : 1900 kalori
6)
Diit DM VI : 2100 kalori
7)
Diit DM
VII : 2300
kalori
8)
Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan
kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan
kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan
kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit
diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
·
J I : jumlah kalori yang
diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
·
J II : jadwal diit harus sesuai
dengan intervalnya.
·
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit
Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi
dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat
badan normal) dengan rumus:
BBR
= < BB (Kg) / TB (cm) – 100 > X 100 %
Kurus (underweight)
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
Morbid :
BBR
> 200 %
Sebagai
pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang
bekerja biasa adalah:
Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk :
BB X
20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan
teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a.
Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake),
apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi
insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor
insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
b.
Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan
sore
c.
Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d.
Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e.
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka
latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
f.
Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam
darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan
Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan
kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral
Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
·
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra
pancreas
·
kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja
Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek
pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu:
(a) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
·
Menghambat absorpsi karbohidrat
·
Menghambat glukoneogenesis di hati
·
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
(c) Biguanida pada
tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1)
DM tipe I
2)
DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
3)
DM kehamilan
4)
DM dan gangguan faal hati yang berat
5)
DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6)
DM dan TBC paru akut
7)
DM dan koma lain pada DM
8)
DM operasi
9)
DM patah tulang
10) DM dan underweight
11) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian
insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai
puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di
tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
·
lokasi suntikan
ada
3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha.
Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi
lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan
kecepatan absorpsi setiap hari.
·
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan
akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah
suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah
dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan
mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan
(termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
·
Dalamnya suntikan
Makin
dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan
intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
·
Konsentrasi insulin
Apabila
konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi.
Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin
dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan
intravena
Suntikan intramuskular dapat
digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat
suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk
terapi koma diabetik.
2.9 KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
1. Akut
a. Hipoglikemia dan hiperglikemia
b. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit
pembuluh darah kapiler).
Penderita diabetes dapat
mengakibatkan perubahan aterosklerosis pada arteri-arteri besar. Penderita
NIDDM mengalami perubahan makrovaskuler lebih sering daripada penderita IDDM.
Insulin memainkan peranan utama dalam metabolisme lemak dan lipid. Selain itu, diabetes dianggap
memberikan peranan sebagai faktor dalam timbulnya hipertensi yang dapat
mempercepat aterosklerosis. Pengecilan lumen pembuluh darah besar membahayakan
pengiriman oksigen ke jaringan-jaringan dan dapat menyebabkan ischemia
jaringan, dengan akibatnya timbul berupa penyakit cerebro vascular, penyakit
arteri koroner, stenosis arteri renalis dan penyakit-penyakit vascular perifer.
c. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
Ditandai dengan penebalan dan
kerusakan membran basal pembuluh kapiler, sering terjadi pada penderita IDDM
dan bertanggung jawab dalam terjadinya neuropati, retinopati diabetik.
d. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom
berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner,
1990).
2. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
a. Neuropati
diabetik
Diabetes dapat mempengaruhi saraf-saraf perifer,
sistem syaraf otonom, medula spinalis atau sistim saraf pusat.
Neuropati sensorik/neuropati
perifer.Lebih sering mengenai ekstremitas bawah dengan gejala parastesia (rasa
tertusuk-tusuk, kesemutan atau baal) dan rasa terbakar terutama pada malam
hari, penurunan fungsi proprioseptif (kesadaran terhadap postur serta gerakan
tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh) dan
penurunan sensibilitas terhadap sentuhan ringan dapat menimbulkan gaya berjalan
yang terhuyung-huyung, penurunan sensibilitas nyeri dan suhu membuat penderita
neuropati beresiko untuk mengalami cedera dan infeksi pada kaki tanpa
diketahui.
b. Retinopati
diabetik
Disebabkan karena perubahan dalam pembuluh darah kecil
pada retina selain retinopati, penderita diabetes juga dapat mengalami
pembentukan katarak yang diakibatkan hiperglikemi yang berkepanjangan sehingga
menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
c. Nefropati
diabetik
Perubahan struktur dan fungsi
ginjal. Empat jenis lesi yang sering timbul adalah pyelonefritis, lesi-lesi
glomerulus, arterisclerosis, lesi-lesi tubular yang ditandai dengan adanya
proteinuria yang meningkat secara bertahap sesuai dengan beratnya penyakit.
d. Proteinuria
e. Kelainan
koroner
f. Ulkus/gangren
(Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
·
Grade 0 : Tidak ada luka
·
Grade I : Kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
·
Grade II : Kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
·
Grade III : Terjadi abses
·
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
·
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
2.10 PENEGAKKAN DIAGNOSTIK
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang
meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang
besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl
pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit
DM.
Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis Diabetes Melitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada
keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin
dikemukakan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada
pasien pria, serta pruritus vulvae pada pasien wanita. Jika keluhan khas,
pemeriksaan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl
juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan
khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal ,
belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis klinis DM. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan menddapatkan sekali lagi angka abnormal, baik
kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200
mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1985)
·
(tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
·
kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
·
puasa semalam, selama 10-12 jam
·
kadar glukosa darah puasa diperiksa
·
diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250 ml
dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
·
diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama
pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Kriteria diagnostik Diabetes Melitus :
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dl , atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) > 126
mg/dl
(Puasa berarti tidak ada masukan kalori sejak 10 jam
terakhir ) atau
3. Kadar
glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO**
* Kriteria
diagnostik tsb harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali untuk
keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis atau berat badan yang menurun cepat.
BAB III
Asuhan Keperawatan Pada
Tn.R dengan Diabetes Melitus di ruang
rawat Interne Pria Tanggal 12 Januari 2013
KASUS :
Tn.
R berusia 60 tahun dirawat di IRNA Penyakit Dalam Pria RSUP M. Djamil Padang
dengan keluhan masuk badan terasa lemah, penurunan berat badan 8 Kg dalam 1
bulan terakhir. Klien mempunyai riwayat hipertensi dan tidak kontrol rutin.
Penuturan keluarga akhir-akhir ini klien sering BAK, bila malam hingga 10 kali,
sering lapar dan haus namun badan klien semakin kurus bukan semakin gemuk.
Sebelumnya klien sempat tidak sadarkan diri dan dibawa kerumah sakit. Pada
pemeriksaan didapatkan TD=170/100 mmhg, Nadi=80x/menit, RR=20x/menit, T=37,20C.
Gula Darah sewaktu saat masuk 425 mg/dl.
3.1. Pengkajian
Tanggal
pengkajian : 12 Januari 2013
Waktu
: 10.00 WIB
Ruang
: IP (Interne Pria) RSUP M.Djamil Padang
a. Identitas
Nama
: Tn. R
Umur
: 60 tahun
Jenis
kelamin : Laki-laki
Alamat
: Pasar Baru
Pekerjaan
: Petani
Tanggal
masuk : 10 Januari 2013
No.
RM : 00639342
Diagnosa
Medis : Diabetes Melitus (DM) Tipe II
Identitas Penanggung
jawab:
Nama
: Nn. Y
Umur
: 54 tahun
Alamat
: Pasar Baru
Pekerjan
: Ibu Rumah Tangga
Hubungan
dengan pasien : Istri
b. Keluhan Utama
Klien
merasa badannya lemah, dan mengalami penurunan berat badan 8 kg dalam 1 bulan
terakhir.
c. Riwayat Penyakit
Sekarang
Pasien datang ke RSUP M. Djamil Padang tanggal 10 Januari 2013 melalui IGD dengan keluhan badan
lemas dan sebelumnya klien sempat tidak
sadarkan diri. Keluhan
disertai dengan sering BAK terutama pada malam
hari, sering lapar dan haus, namun badan klien semakin kurus bukan semakin
gemuk. Dilakukan pemeriksaan gula darah pada pasien, yang
ternyata didapatkan hasil GDS = 425 g/dl. Oleh dokter yang memeriksa, pasien
dianjurkan untuk dirawat. Kemudian
klien dipindahkan ke ruang Interne Pria. Pada saat dilakukan pengkajian tanggal
12 Januari 2013, klien masih terlihat lemah.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Klien
memiliki riwayat penyakit hipertensi.
e. Riwayat Penyakit
Keluarga
Keluarga
klien ada yang memiliki riwayat penyakit hipertensi.
f. Pemeriksaan Fisik
1) Kesadaran
: CMC
2) TTV
TD
: 170/100 mmHg
N
: 80 x/menit
RR
: 20x/menit
S
: 37,20 C
3) TB
: 164 Cm
BB
: 68 Kg
4) Kepala
: Normoshepal
5) Rambut
: Beruban, tidak mudak dicabut
6)
Mata : Konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor
7) Hidung :
Simetris, tidak ada sekret, tidak ada fraktur
8) Mulut
: Bibir sedikit kering
9) Gigi
: Caries (+)
10) Leher :
JVP 5-2 CmH2O
11) Jantung
:
Inspeksi
: Ictus tidak terlihat
Palpasi
: Ictus tidak teraba
Perkusi
: Batas atas : sela iga II linea parasternal kiri
Batas kanan : sela iga V linea parasternal
kanan
Batas kiri : sela iga VI linea midklavikula kiri
Auskultasi
: BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
12) Dada
- Paru :
Inspeksi
: Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri simetris
Palpasi
: Fremitus taktil simetris kanan kiri
Perkusi
: sonor
Auskultasi
: Vesikuler, Ronchi (-), Whizing (-)
13) Abdomen
:
Inspeksi
: Perut datar, simetris
Palpasi
: Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba,
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: BU (+) N
14) Punggung
:
CVA
= Nyeri tekan (-)
Nyeri ketok (-)
15) Alat
Kelamin : Normal
16) Anus
: Normal
17) Ekstremitas
Atas dan Bawah : Tidak ada edema
g. Pemeriksaan Laboratorium
Nilai
Normal
Hb
: 12,5 gr/dl Hb:
L(13-16) P(12-15) gr/dl
Hematokrit
: 31,8 % Hematokrit:
L(40-54) P(37-47) %
Leukosit
: 5.100 sel/mm3 Leukosit:
5.000-10.000 sel/mm3
Trombosit
: 137.000/ mm3 Trombosit:150.000-450.000/mm3
MCV
: 83 fL MCV
: 81 – 99 fL
MCH
: 26,8 pg MCH : 27,0 –
31,0 pg
MPV
: 7,4 fL MPV
: 7,4 – 10,4 fL
MCHC
: 32,3 g/dl MCHC
: 32 - 36 g/dl
Ureum
: 50 mg/dl Ureum
: (18 – 55) mg/dl
Creatinin
: 1,1 mg/dl Creatinin
: (0,9 – 1,30)
GDS
: 425 mg/ dl GDS : 60 - 100 mg/dl
h. Terapi yang diperoleh
·
Infus RL 20 tts/mnt
·
Inj Ranitidin 1 amp/12
jam/iv
·
Glibenklamid 2xI
·
Neurosanbe 1 amp/hari
·
Antasid syrup 3xC I
i. Pengkajian 11 Fungsional
Gordon
1) Pola
Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Pada
saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 Januari 2013 pada pukul 10.00, klien
mengatakan bahwa ± 1 tahun yang lalu pasien pernah dirawat di rumah sakit
dengan penyakit hipertensi dan diperbolehkan pulang karena sudah mengalami
perbaikan dalam kesehatan selama perawatan, namun klien tidak pernah kontrol
rutin sesuai dengan anjuran dokter . Saat ini, klien mendapatkan terapi infus
RL 20 tts/mnt.
2) Pola
Nutrisi dan Metabolik
Sebelum sakit : Klien makan 3 x/hari, porsi makan cukup, nasi, lauk dan sayur.
Selama sakit : Klien makan diit berupa
makanan lunak 3
x/hari yang diberikan RS, pasien makan hanya habis 3/4 porsi yang diberikan RS. Tetapi klien tetap
mengkonsumsi buah-buahan seperti pepaya dan apel. Klien minum sekitar 2500 cc sehari.
3) Pola
Eliminasi
Sebelum sakit : Klien mengatakan BAB 1 x/hari, konsistensi padat, BAK
6-7 x/hari.
Selama sakit : Klien mengatakan BAB 1 x/hari, BAK sering, bila malam hingga 10
kali, warna kuning agak keruh, bau khas.
4) Pola
Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas mandiri tanpa bantuan orang
lain, dan klien mengaku jarang berolahraga
Selama sakit : Aktivitas klien dibantu oleh perawat dan keluarga.
5) Pola
Istirahat dan tidur
Sebelum sakit : Klien mengatakan biasanya tidur ± 6-7 jam /hari.
Pasien jarang tidur siang.
Selama sakit : Klien mengatakan tidur 5-6 jam pada malam hari.
Pasien hanya dapat sebentar-bentar tidur siang.
Klien mengalami gangguan dalam pola istirahat dan tidur karena
sering BAK, terutama pada malam hari.
6) Pola
kognitif perseptual
Klien mengungkapkan
bahwa beliau juga sedikit bermasalah dengan penglihatannya yang
akhir-akhir ini tiba-tiba sering kabur. Pendengaran klien normal (Tanpa alat
bantu). Komunikasi klien kurang lancar
karena masih lemah. Pengecapan dan pembau klien normal.
7) Pola
Persepsi dan Konsep diri
Klien
merasa cemas karena penyakit yang dideritanya, dengan penurunan berat badan
yang cepat dalam 1 bulan terakhir. Klien mengatakan
ingin cepat sembuh dan berkumpul dengan keluarga.
8) Pola
peran dan hubungan
Klien
adalah seorang kepala keluarga dari 3 orang anak dan 1 istri, klien bekerja
sebagai petani dan istri klien sebagai ibu rumah tangga, dan 3 orang anak klien
sudah beranjak dewasa. Sebelum sakit klien menjadi tulang punggung keluarga
namun sejak 1 bulan terakhir karena klien selalu merasa lelah, anak klien yang
pertama yang menggantikan posisi sang ayah yang bekerja sebagai seorang petani.
Hubungan klien dengan anggota keluarga baik hal ini terlihat dengan keluarga
yang selalu menemani klien di rumah sakit.
9) Pola
seksual dan reproduksi
Klien
mengalami gangguan dalam hal memenuhi kebutuhan seksualitasnya karena penyakit
yang di deritanya menyebabkan klien sering merasa lemas.
10) Pola
Mekanisme koping dan stress
Klien mengatakan setiap ada masalah dibicarakan dengan
keluarga. Klien terlihat cemas karena biaya
pengobatan yang harus ditanggung oleh anak-anaknya. Klien berharap bisa cepat
sembuh, sehingga dapat meringankan beban anak-anaknya.
11) Pola
Nilai dan Kepercayaan
Klien
adalah seorang muslim, meskipun dalam keadaan sakit klien masih tetap
menjalankan kewajibannya untuk beribadah dan berdoa untuk kesembuhannya.
Aplikasi
NANDA, NOC DAN NIC
NO
|
DIAGNOSA
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Perubahan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d Penurunan Insulin
-
Data Subjektif :
a) klien
sering merasa lapar dan haus
b) klien
mengatakan berat badannya menurun selama 1 bulan terakhir
-
Data Objektif :
a) Berat
badan klien sebelum sakit 76 kg setelah sakit 68 kg
b) Mukosa bibir kering
c) Klien
makan 3x/hari, menghabiskan 3/4 porsi makanan dan mengkonsumsi buah-buahan
|
·
Status
Gizi : Asupan Makanan Dan Cairan
Klien diharapkan
mampu untuk :
-
Mempertahankan berat badan
-
Mempertahankan masa tubuh dan berat badan dalam batas normal
-
Memiliki nilai laboratorium dalam batas normal
-
Melaporkan tingkat energi yang adekuat
|
·
Monitor
gizi
Aktivitas yang dilakukan :
-
Amati kecenderungan
pengurangandan dan penambahan BB
-
Monitor jenis dan
jumlah latihan yang dilaksanakan
-
Monitor respon
emosional klien ketika ditempatka pada suatu keadaan yang ada makanan
-
Monitor lingkungan
tempat makanan
-
Monitor mual dan
muntah
-
Monitor tingkat
energi, rasa tidak enak badan,kelatihan dan kelemahan
-
Monitor masukan
kalori dari bahan makanan
·
Manajemen Nutrisi
Aktivitas yang dilakukan :
-
Kaji apa klien ada
alergi makanan
-
Kerja sama dengan
ahli gizi dalam menentukan jumlah kalori, protein dan lemak secara tepat
sesuai dengan kebutuhan klien.
-
Ajari klien tentang
diet yang bener sesuai kebutuhan tubuh
-
Monitor catatan makanan
yang masuk atas kandungan gizi dan jumlah kalori
-
Timbang BB secara
teratur
-
Pasyikan bahwa diet
mengandung makanan yang berserat tinggi untuk mencegah sembelit
-
Pastikan kemampuan
klien untuk memenuhi kebutuhan
·
Manajemen Hiperglikemi
Aktivitas yang dilakukan :
-
Monitor guladarah
sesuaiindikasi
-
Monitor tanda dan
gejala poliuri, polidipsi, polifagia. Keletihan, pandangankabur atausakit
kepala
-
Monitor TTV sesuai
indikasi
-
Batasi latihan ketika
gula darah besar dari 250mg/dl khusus nya adanya keton dalam urin
-
Monitor status cairan
intake output sesuai kebutuhan
|
2
|
Kekurangan Volume Cairan b.d Diuresis Osmotik
-
Data Subjektif :
a) Klien
mengatakan sering merasa haus
b) Klien
mengaku sering BAK, bila malam hari hingga 10 kali
c) Klien
mengatakan berat badannya menurun selama 1 bulan terakhir
-
Data Objektif :
a) Klien minum sekitar 2500 cc sehari
b) Klien
terlihat kurang tidur, karena sering BAK, terutama pada malam hari
c) Berat
badan klien sebelum sakit 76 kg setelah sakit 68 kg
d) Mukosa bibir kering
e) TD
: 170/100 mmHg
f) N
: 80x/menit
g) RR
: 20x/menit
h) S
: 37,2o C
|
·
Keseimbangan Elektrolit dan asam-Basa
Klien diharapkan
mampu untuk menormalkan :
-
Albumin serum
-
pH serum
-
Kreatinin serum
-
Bikarbonat serum
-
pH Urine
·
Keseimbangan Cairan
Klien diharapkan
mampu untuk menormalkan :
-
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada
-
Mukosa mulut dan bibir lembab
-
Balan cairan seimbang
·
Hidrasi
Klien diharapkan
mampu menormalkan :
-
Hidrasi kulit
-
Kelembaban membran mukosa\
-
Haus yang abormal
-
Pengeluaran urin
-
Tekanan darah
|
·
Manajemen Asam-Basa
Aktivitas yang dilakukan :
-
Monitor status hemodinamik termasuk CVP
(tekanan vena sentral), MAP (tekanan arteri rata-rata), PAP (tekanan arteri
paru)
-
Dapatkan hasil labor untuk menganalisa
keseimbangna asam basa seperti ABG, urin dan level serum
-
Pantau ketidakseimbangan elektrolit yang
semakin buruk dengan mengoreksi ketidakseimbangan asam basa
-
Dorong pasien dan keluarga untuk aktif
dalam pengobatan ketidakseimbangan
asam basa
·
Manajemen Cairan
Aktivitas yang dilakukan :
-
Timbang BB tiap hari
-
Pertahankan intake yang akurat
-
Monitor status hidrasi (seperti :kelembapan mukosa membrane,
nadi)
-
Monitor status hemodinamik termasuk CVP,MAP,
PAP
-
Monitor hasil lab. terkait retensi cairan
(peningkatan BUN, Ht ↓)
-
Monitor TTV
-
Monitor adanya indikasi retensi/overload cairan (seperti :edem,
asites, distensi vena leher)
-
Monitor perubahan BB klien sebelum dan sesudah
dialisa
-
Monitor status nutrisi
-
Monitor respon pasien untuk meresepkan
terapi elektrolit
·
Pemantauan
Cairan
Aktivitas yang dilakukan :
-
Kaji tentang riwayat jumlah dan tipe intake cairan dan pola
eliminasi
-
Kaji kemungkinan factor resiko terjadinya imbalan cairan (seperti :
hipertermia, gagal jantung, diaforesis, diare, muntah, infeksi, disfungsi
hati)
-
Monitor BB, intake dan output
-
Monitor nilai elektrolit urin dan serum
-
Monitor osmolalitas urin dan serum
-
Monitor membrane mukosa, turgor dan rasa haus
-
Monitor warna dan kuantitas urin
|
3
|
Intoleransi
Aktivitas b.d Kelemahan
-
Data Subjektif :
a) Klien mengaku jarang berolahraga saat waktu luang.
b) Klien mengatakan lemas
-
Data Obejektif :
a) Aktivitas
klien dibantu perawat dan keluarga
b) Klien
terlihat lemah
c) TB/BB : 164cm/68kg
d) BMI : 25, 28 (overweight)
e) Level Aktifitas :
Level 3 (membutuhkan bantuan
orang lain).
|
·
Toleransi Aktivitas
Klien diharapkan
mampu untuk menyeimbangkan :
-
Denyut nadi saat beraktivitas.
-
Jumlah pernafasan saat beraktivitas.
-
Tekanan darah sistolik saat beraktivitas.
-
Tekanan darah diastolic saat beraktivitas.
-
Warna kulit.
-
Kekuatan tubuh bagian atas.
-
Kekuatan tubuh bagian bawah.
·
Daya Tahan Tubuh
Klien diharapkan
mampu untuk menyeimbangkan :
-
Aktivitas
-
Daya tahan otot
-
Hemoglobin
-
Hematocrit
-
Glukosa darah
-
Serum elektrolit
-
Rasa lelah
·
Perawatan Diri :
Aktivitas-aktivitas sehari-hari
Klien diharapkan
mampu untuk menyeimbangkan :
-
Pola makan.
-
Berjalan.
-
Aktivitas
|
·
Terapi Aktivitas
Aktivitas yang dilakukan :
-
Monitor program aktivitas klien.
-
Bantu klien untuk melalukan aktivitas yang biasanya ia lakukan.
-
Jadwalkan klien untuk latihan-latihan fisik secara rutin.
-
Bantu klien dengan aktivitas-aktivitas fisik.
-
Monitor respon fisik, sosial, dan spiritual dari
klien terhadap aktivitasnya.
-
Bantu klien untuk memonitor kemajuan dari pencapaian tujuan.
·
Pengajaran :
Penentuan Aktivitas dan Latihan
Aktivitas yang dilakukan :
-
Ajarkan klien tentang :
a. Tujuan dan kegunaan
aktivitas dan latihan.
b. Bagaimana cara
melakukan suatu aktivitas.
c. Bagaimana cara
memonitor toleransi aktivitas.
d. Bagaimana menjaga
latihan.
-
Berikan informasi kepada klien bagaiamana teknik-teknik untuk menyimpan
energi.
-
Berikan informasi-informasi seputar kesehatan fisik klien.
·
Mengontrol
berat badan
Aktivitas yang dilakukan :
-
Diskusikan dengan
klien hubungan antara intake maknan, latihan, peningkatan berat badan dan
kehilangan berat badan
-
Diskusikan dengan
klien kondisi pengobatan yang mempengaruhi berat badan
-
Diskusikan hubungan
resiko berat badan normal dan tidak normal
-
Beri informasi kepada
klien tentang berat badan yang ideal
-
Diskusikan bersama
klien metode tentang intake makanan sehari-hari
-
Minta informasi dari
klien, apakah ada dukungan luar yang mempengaruhi berat badannya
-
Kaji peningkatan
keseimbangan makanan
|
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 KESIMPULAN
DM
yaitu kelainan metabolik akibat dari kegagalan pankreas untuk mensekresi
insulin (hormon yang responsibel terhadap pemanfaatan glukosa) secara adekuat.
Akibat yang umum adalah terjadinya hiperglikemia.
DM
merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau
akibat kerja insulin yang tidak adekuat (Brunner & Suddart).
Kadar
gula darah sepanjang hari bervariasi, meningkat setelah makan dan kembali
normal dalam waktu 2 jam. Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah
malam sebelumnya berpuasa adalah 70-110 mg/dL darah. Kadar gula darah biasanya
kurang dari 120-140 mg/dL pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang
mengandung gula maupun karbohidrat lainnya.
4.2 SARAN
Bagi penderita diabetes mellitus diharapkan selalu
menjaga gaya hidup karena ini sangat berpengaruh terhadap keparahan dari
penyakit itu sendiri maka dari itu penderita penyakit diabetes mellitus haus
selalu menjaga kandungan gula dalam darah dengan tidak mengkonsumsi makanan
yang mengandung kadar glukosa yang tinggi. Untuk dari itu penderita bisa
menggantinya dengan gula jagung. Pederita juga harus harus rajin dalam olahraga
karena itu sangat penting bagi kesehatan anda.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito
& Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Guthrie,
Diana W. Guthrie ,Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to
the pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing
Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Lanywati,
Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Price &
Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta:
EGC.
Sujono &
Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin &
Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wilkinson,
Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.